JAKARTA – Ketua Dewan Ekonomi Nasional Indonesia (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% diundur. Meski kebijakan tersebut sudah tertuang dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang disusun pada 2021.
Kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat serta pengusaha. Kebijakan yang diprediksi ini akan semakin memperburuk daya beli, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang sudah terkena dampak perlambatan ekonomi.
Penundaan kenaikan PPN hingga situasi ekonomi membaik dinilai sebagai keputusan yang tepat untuk mencegah dampak buruk lebih lanjut pada masyarakat dan sektor industri, serta menjaga kestabilan perekonomian nasional.
1. Berisiko Sebabkan Banyaknya PHK
Pakar ekonomi menyatakan bahwa kenaikan PPN berpotensi meningkatkan biaya produksi serta harga barang, yang pada akhirnya dapat mengurangi konsumsi masyarakat. Kondisi ini dapat memicu risiko peningkatan jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK).
Menurut data, hingga pertengahan November 2024, sekitar 64.751 pekerja telah terdampak PHK, dengan sektor pengolahan menjadi penyumbang utama. Selain itu, kenaikan PPN juga diperkirakan bisa menghambat pencapaian target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebesar 8%.
2. Para Pelaku Ritel Katakan Kebijakan ini Tidak Pada Waktunya
Para pelaku usaha ritel menilai kebijakan ini tidak tepat jangka waktunya, mengingat daya beli masyarakat belum sepenuhnya pulih pasca pandemi. Banyak hal di antaranya yang mendesak pemerintah untuk menunda penerapan PPN 12% dan memberikan insentif guna mempertahankan daya beli masyarakat.
3. Pemberian Bansos ke Kelas Menengah
Luhut menyatakan bahwa pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif masyarakat melalui bantuan sosial bagi kalangan menengah. Langkah ini akan diambil sebelum kebijakan kenaikan PPN menjadi 12% diterapkan.
“PPN 12% sebelum itu jadi, harus diberikan dulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya susah,” ujarnya.
4. Tidak Berupa BLT Melainkan Subsidi Energi Ketenagalistrikan
Selain itu, bantuan sosial yang disiapkan pemerintah sebagai penyangga penerapan PPN 12% tidak akan berbentuk bantuan langsung tunai (BLT), melainkan berupa subsidi pada energi listrik.
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di
ORION, daftar sekarang dengan
klik disini
dan nantikan kejutan menarik lainnya