Pada tanggal 24 November 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah (RM), sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terkait dengan pendanaan pada pencalonan di Pilkada 2024. Kasus ini merupakan salah satu skandal korupsi yang menggemparkan publik.
Penetapan Tersangka
Rohidin disebut menerima uang sejumlah Rp1.405.750.000 melalui ajudannya. Uang tersebut dikumpulkan dari beberapa sektor dinas dan digunakan dalam pendanaan pencalonannya dalam Pilkada 2024. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan bahwa telah ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan.
Tersangka Lainnya
Selain Rohidin, KPK juga menetapkan dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri (IF), dan Ajudan Gubernur, Evriyansyah alias Anca (EV). Mereka diduga terlibat dalam skema pemerasan dan gratifikasi yang dilakukan oleh Rohidin.
Modus Operandi
Kasus ini bermula ketika Rohidin menyampaikan kepada Isnan bahwa dia membutuhkan dana dan penanggung jawab wilayah untuk Pilkada 2024. Isnan kemudian mengumpulkan para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) dan kepala biro di lingkungan Pemprov Bengkulu untuk membantu Rohidin dalam pendanaan pencalonannya.
Beberapa kepala dinas, seperti Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bengkulu, Syafriandi, dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUPR) Provinsi, Tejo Suroso (TS), diduga memberikan uang kepada Rohidin sebagai bagian dari skema pemerasan dan gratifikasi.
Penangkapan dan Penahanan
Ketiga tersangka yang terlibat dalam skandal ini tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Mereka kemudian ditahan selama 20 hari untuk proses penyelidikan lebih lanjut. Selama OTT tersebut, KPK berhasil menyita uang dengan total Rp7 miliar dalam berbagai mata uang.
Konsekuensi Hukum
Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 Huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 KUHP. Mereka akan menghadapi konsekuensi hukum atas perbuatan korupsi yang dilakukan.
Kesimpulan
Skandal korupsi yang melibatkan Gubernur Bengkulu ini merupakan contoh nyata dari praktek korupsi yang merajalela di Indonesia. Kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran KPK dalam memberantas korupsi dan menegakkan supremasi hukum. Semoga kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi para pejabat publik lainnya untuk tidak terlibat dalam tindakan korupsi.