Pilkada Bengkulu 2024: Status Rohidin Mersyah sebagai Calon Gubernur Tidak Terhapus Meskipun Terjaring OTT KPK
Pilkada Bengkulu 2024 menjadi sorotan publik setelah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mochammad Afifuddin, mengungkapkan bahwa status Rohidin Mersyah sebagai calon gubernur tidak terhapus meskipun dia terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Hal ini menimbulkan perdebatan dan pertanyaan mengenai proses hukum dan politik dalam pemilihan kepala daerah.
Menurut Afifuddin, status Rohidin Mersyah sebagai calon gubernur dalam Pilkada Bengkulu 2024 tidak dapat dihapuskan berdasarkan Pasal 16 Ayat 1 dan 2 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 17/2024 juncto Pasal 36 Ayat 3. Pasal-pasal ini menentukan bahwa status terpidana baru dapat dikenakan jika salah satu calon kepala daerah sudah memiliki status terpidana. Jika belum, maka pasal ini tidak dapat diterapkan.
PKPU juga mengatur bahwa jika salah satu pasangan calon dalam jangka waktu 29 hari sebelum pemungutan suara ditetapkan sebagai terpidana, maka KPU kabupaten/kota harus memberitahu kondisi calon tersebut kepada KPPS melalui PPK dan PPS untuk diumumkan pada pengumuman di TPS dan secara lisan disampaikan kepada pemilih. Dengan demikian, pemilih dapat membuat keputusan yang tepat dalam memilih calon yang dianggap layak.
Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, disebutkan bahwa meski ditetapkan sebagai tersangka, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tetap akan dilantik. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 164 Ayat 6, 7, dan 8. Afifuddin menegaskan bahwa secara normatif, calon gubernur atau wakil yang terpilih dan ditetapkan menjadi tersangka pada saat pelantikan tetap akan dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur.
Namun, kontroversi muncul ketika Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan bahwa Rohidin Mersyah diduga memerintahkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di daerah Bengkulu, Saidirman, untuk mencairkan honor Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan Guru Tidak Tetap (GTT) sebelum tanggal pencoblosan. Tindakan ini dinilai dapat memengaruhi keterpilihan Rohidin Mersyah dalam Pilkada Bengkulu 2024.
Menurut Alexander Marwata, dengan dicairkan lebih cepat, para pegawai dan guru honorer akan merasa senang dan kemungkinan akan memilih Rohidin sebagai petahana. Hal ini menunjukkan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh politik dalam proses pemilihan kepala daerah.
Pilkada Bengkulu 2024 menjadi ajang politik yang mempertaruhkan integritas dan transparansi dalam proses demokrasi. Masyarakat diharapkan untuk lebih cermat dan kritis dalam memilih calon yang dianggap mampu memimpin dengan baik dan adil. Pemilih juga perlu memahami hak-hak politik mereka sebagai warga negara dalam menentukan arah dan kebijakan pemerintahan yang diinginkan.
Dalam konteks ini, peran KPU sebagai lembaga penyelenggara pemilihan memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa proses pemilihan berjalan secara adil dan transparan. Keputusan yang diambil oleh KPU harus didasarkan pada hukum dan keadilan untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi.
Pilkada Bengkulu 2024 memunculkan berbagai pertanyaan dan polemik mengenai integritas dan transparansi dalam pemilihan kepala daerah. Masyarakat diharapkan untuk terus mengawasi dan mengawal proses politik demi terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berintegritas. Semoga Pilkada Bengkulu 2024 dapat menjadi momentum positif dalam memperkuat demokrasi dan keadilan di Indonesia.