Buruh Tolak Rancangan Aturan UMP 2025
Para buruh menolak rancangan aturan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2025. Usulan kenaikan UMP tersebut dinilai tidak sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan bahwa rancangan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) yang berisi kenaikan UMP untuk industri padat karya dan industri padat modal bertentangan dengan keputusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023.
Menurut Said, keputusan MK hanya menyebutkan kenaikan UMP berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α), dengan memperhatikan proporsionalitas Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Aturan Mengenai Perusahaan yang Tidak Mampu Membayar Kenaikan UMP
Rancangan Permenaker juga mencakup aturan mengenai perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan UMP 2025. Ketidakmampuan tersebut dapat dibahas melalui perundingan bipartit di tingkat perusahaan.
Said menyatakan penolakan terhadap seluruh isi rancangan Permenaker yang disusun oleh Menteri Ketenagakerjaan. Ia juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk menolak rancangan tersebut yang akan diajukan oleh Menaker dan timnya.
Ancaman Aksi Mogok Nasional
Said memperingatkan bahwa para buruh akan menggelar aksi mogok nasional pada 24 Desember 2024 jika Menaker tetap menetapkan kebijakan UMP 2025 yang dianggap merugikan pekerja.
Buruh percaya bahwa Presiden Prabowo Subianto akan memperhatikan tingkat kesejahteraan kaum buruh dengan tetap meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja.
Penolakan dari KSPSI
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani Nena Wea, juga menolak usulan kebijakan ini. Menurutnya, keputusan MK hanya menetapkan bahwa kenaikan UMP harus didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu (α), dengan memperhatikan proporsionalitas KHL.
Andi Gani menegaskan bahwa pembagian dua kategori kenaikan UMP melanggar keputusan MK.
Ikuti WhatsApp Channel Okezone untuk mendapatkan update berita terbaru setiap hari.